BERBAGAI ancaman penyakit dibalik rokok tak menyurutkan para pencandu rokok untuk terus mengisap lintingan tembakau. Bagi mereka, menghilangkan kebiasaan merokok bukan perkara gampang.
Tak mudah memang menghentikan kebiasaan merokok. Banyak di antara perokok yang gagal menghentikan kebiasaan mengisap tembakau tersebut. Ada yang berhasil, tapi hanya sementara waktu, setelah itu merokok kembali menjadi kebiasaannya. Malah bagi para pencandu rokok, mereka akan kehilangan kreativitas bila tidak mengisap rokok.
Merokok merupakan kebiasaan yang sulit ditinggalkan karena sifat adiktif nikotin. Namun menurut sebuah riset dari Amerika Serikat yang dilakukan oleh New England Journal of Medicine, dukungan sosial memiliki peranan yang penting dalam memutuskan apakah seseorang untuk memulai atau berhenti merokok.
Dokter Spesialis Kejiwaan dari RS Persahabatan dr Tribowo T Ginting SpKJ mengatakan bahwa penyebab seseorang menjadi perokok biasanya dimulai saat remaja. Alasannya pun beragam, coba-coba, ikut-ikutan, iseng, dan bosan karena tidak ada yang dilakukan. Ada juga yang merokok dengan alasan supaya terlihat dewasa dan untuk menambah rasa percaya diri.
"Masalah rokok, masalah nikotin, juga berhubungan dengan masalah kejiwaan. Karena jika diputus, akan terjadi gejala pemutusan zat nikotin yang akan berkaitan dengan masalah kejiwaan seseorang yang ingin berhenti merokok," jelasnya.
Nikotin mampu pengaruhi mood dan penampilan. Pada saat terjadi gejala putus nikotin, maka terjadi juga ketagihan tembakau (craving), mudah tersinggung dan marah, cemas gelisah, gangguan konsentrasi, tidak tenang nyeri kepala, mengantuk, dan alami gangguan pencernaan.
Tribowo juga menambahkan bahwa dibandingkan kokain dan morfin, nikotin adalah sebuah komponen yang kecanduannya (adiktif) 5-10 kali lebih kuat menimbulkan efek psikoaktif pada manusia. Beban yang ditimbulkan di antaranya turunnya produktivitas, beban ekonomi, sosial, kesehatan, dan akhirnya menyebabkan kematian.
"Untuk mendukung perokok agar berhenti merokok dan pada akhirnya menekan angka mortalitas yang disebabkan oleh rokok, dibutuhkan solusi terapi terpadu yang intensif dengan kemudahan akses," papar dokter Bowo, sapaan akrab dari dr Tribowo. "Jika ingin berhenti merokok, maka yakinkan diri untuk dapat berhenti merokok," pesannya.
Hindari teman-teman perokok untuk beberapa waktu. Menjauhi rokok (membuang rokok dan menyingkirkan hal-hal yang berkaitan dengan rokok). Buatlah kesibukan serta minum air putih sedikitnya 8 gelas sehari (untuk membersihkan tubuh dari nikotin), dan makan makanan sehat, tanpa bumbu-bumbu yang pedas, dan kurangi minuman yang bersoda dan kopi.
Bowo menuturkan, selain butuh dukungan dari orang lain untuk membantu dan memotivasi, juga butuh keinginan kuat dalam berhenti merokok, karena berhenti merokok merupakan suatu proses atau tahapan sehingga memerlukan waktu.
Kesulitan menghilangkan kebiasaan merokok juga diakui oleh ahli paru dari Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, dr Ahmad Hudoyo SpP (K). "70 persen perokok ingin berhenti merokok, namun hanya 5-10 persen yang dapat melakukannya tanpa bantuan," ucapnya.
Data dari Lembaga Demografi U I 2008 menyebutkan, jumlah perokok di Jakarta adalah 3 juta orang. Jumlah itu sama dengan 35 persen dari jumlah penduduk Jakarta yang berjumlah 9.507.000 orang. Perokok di Jakarta meningkat 1 persen per tahunnya. Dan sebanyak 1.172 orang di Indonesia meninggal per hari akibat adiksi nikotin, yaitu setara dengan 400.000 orang/tahun (melebihi korban Tsunami Aceh).
Delapan juta orang per tahun meninggal akibat tembakau pada 2030. Selama abad ke-21 tembakau membunuh satu miliar orang. Sebanyak 20 persen dari pendapatan rata-rata (Rp20.000 per hari) penduduk Indonesia digunakan untuk membeli rokok.
"Dari data-data yang disebutkan tadi, sudah pasti sekali bahwa merokok itu sangat merugikan," ucap Hudoyo saat menjadi pembicara pada diskusi media bertopik "Keinginan Kuat Saja Tidak Cukup. Berhentilah Merokok dengan Dukungan Keluarga dan Teman. Bersama Kita Bisa!" yang diadakan oleh Pfizer dan Klinik Berhenti Merokok RS Persahabatan.
Hudoyo menuturkan, tiga besar penyebab kematian akibat rokok di Amerika Serikat ialah kanker paru, penyakit jantung iskemik dan penyakit paru obstruktif menahun (PPOK).
"Hendaknya disadari dampak dari merokok tidak hanya merugikan diri sendiri, tapi juga orang-orang terdekat seperti suami atau istri, anak, dan kerabat," tandas Hudoyo yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Kajian Penyakit Tidak Menular pada Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Penyakit tersebut meliputi saluran pernapasan, PPOK, pneumonia, dan asma yang tidak terkontrol. Dan penyakit yang juga berhubungan dengan alat reproduksi, berat badan lahir rendah, komplikasi kehamilan, infertilitas, juga kematian janin mendadak.
Tak mudah memang menghentikan kebiasaan merokok. Banyak di antara perokok yang gagal menghentikan kebiasaan mengisap tembakau tersebut. Ada yang berhasil, tapi hanya sementara waktu, setelah itu merokok kembali menjadi kebiasaannya. Malah bagi para pencandu rokok, mereka akan kehilangan kreativitas bila tidak mengisap rokok.
Merokok merupakan kebiasaan yang sulit ditinggalkan karena sifat adiktif nikotin. Namun menurut sebuah riset dari Amerika Serikat yang dilakukan oleh New England Journal of Medicine, dukungan sosial memiliki peranan yang penting dalam memutuskan apakah seseorang untuk memulai atau berhenti merokok.
Dokter Spesialis Kejiwaan dari RS Persahabatan dr Tribowo T Ginting SpKJ mengatakan bahwa penyebab seseorang menjadi perokok biasanya dimulai saat remaja. Alasannya pun beragam, coba-coba, ikut-ikutan, iseng, dan bosan karena tidak ada yang dilakukan. Ada juga yang merokok dengan alasan supaya terlihat dewasa dan untuk menambah rasa percaya diri.
"Masalah rokok, masalah nikotin, juga berhubungan dengan masalah kejiwaan. Karena jika diputus, akan terjadi gejala pemutusan zat nikotin yang akan berkaitan dengan masalah kejiwaan seseorang yang ingin berhenti merokok," jelasnya.
Nikotin mampu pengaruhi mood dan penampilan. Pada saat terjadi gejala putus nikotin, maka terjadi juga ketagihan tembakau (craving), mudah tersinggung dan marah, cemas gelisah, gangguan konsentrasi, tidak tenang nyeri kepala, mengantuk, dan alami gangguan pencernaan.
Tribowo juga menambahkan bahwa dibandingkan kokain dan morfin, nikotin adalah sebuah komponen yang kecanduannya (adiktif) 5-10 kali lebih kuat menimbulkan efek psikoaktif pada manusia. Beban yang ditimbulkan di antaranya turunnya produktivitas, beban ekonomi, sosial, kesehatan, dan akhirnya menyebabkan kematian.
"Untuk mendukung perokok agar berhenti merokok dan pada akhirnya menekan angka mortalitas yang disebabkan oleh rokok, dibutuhkan solusi terapi terpadu yang intensif dengan kemudahan akses," papar dokter Bowo, sapaan akrab dari dr Tribowo. "Jika ingin berhenti merokok, maka yakinkan diri untuk dapat berhenti merokok," pesannya.
Hindari teman-teman perokok untuk beberapa waktu. Menjauhi rokok (membuang rokok dan menyingkirkan hal-hal yang berkaitan dengan rokok). Buatlah kesibukan serta minum air putih sedikitnya 8 gelas sehari (untuk membersihkan tubuh dari nikotin), dan makan makanan sehat, tanpa bumbu-bumbu yang pedas, dan kurangi minuman yang bersoda dan kopi.
Bowo menuturkan, selain butuh dukungan dari orang lain untuk membantu dan memotivasi, juga butuh keinginan kuat dalam berhenti merokok, karena berhenti merokok merupakan suatu proses atau tahapan sehingga memerlukan waktu.
Kesulitan menghilangkan kebiasaan merokok juga diakui oleh ahli paru dari Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, dr Ahmad Hudoyo SpP (K). "70 persen perokok ingin berhenti merokok, namun hanya 5-10 persen yang dapat melakukannya tanpa bantuan," ucapnya.
Data dari Lembaga Demografi U I 2008 menyebutkan, jumlah perokok di Jakarta adalah 3 juta orang. Jumlah itu sama dengan 35 persen dari jumlah penduduk Jakarta yang berjumlah 9.507.000 orang. Perokok di Jakarta meningkat 1 persen per tahunnya. Dan sebanyak 1.172 orang di Indonesia meninggal per hari akibat adiksi nikotin, yaitu setara dengan 400.000 orang/tahun (melebihi korban Tsunami Aceh).
Delapan juta orang per tahun meninggal akibat tembakau pada 2030. Selama abad ke-21 tembakau membunuh satu miliar orang. Sebanyak 20 persen dari pendapatan rata-rata (Rp20.000 per hari) penduduk Indonesia digunakan untuk membeli rokok.
"Dari data-data yang disebutkan tadi, sudah pasti sekali bahwa merokok itu sangat merugikan," ucap Hudoyo saat menjadi pembicara pada diskusi media bertopik "Keinginan Kuat Saja Tidak Cukup. Berhentilah Merokok dengan Dukungan Keluarga dan Teman. Bersama Kita Bisa!" yang diadakan oleh Pfizer dan Klinik Berhenti Merokok RS Persahabatan.
Hudoyo menuturkan, tiga besar penyebab kematian akibat rokok di Amerika Serikat ialah kanker paru, penyakit jantung iskemik dan penyakit paru obstruktif menahun (PPOK).
"Hendaknya disadari dampak dari merokok tidak hanya merugikan diri sendiri, tapi juga orang-orang terdekat seperti suami atau istri, anak, dan kerabat," tandas Hudoyo yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Kajian Penyakit Tidak Menular pada Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Penyakit tersebut meliputi saluran pernapasan, PPOK, pneumonia, dan asma yang tidak terkontrol. Dan penyakit yang juga berhubungan dengan alat reproduksi, berat badan lahir rendah, komplikasi kehamilan, infertilitas, juga kematian janin mendadak.
0 komentar:
Posting Komentar